Akibat Hukum dalam Perceraian Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam

Dalam hukum perkawinan di Indonesia, perceraian memiliki dampak hukum yang signifikan, terutama bagi pihak suami dan istri serta anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut. Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menjadi rujukan utama dalam pengaturan perceraian bagi pasangan Muslim di Indonesia, mengatur berbagai akibat hukum perceraian yang mencakup hak-hak anak, kewajiban mantan suami, pembagian harta bersama, dan beberapa aspek lainnya. Berikut ini adalah beberapa akibat hukum yang diatur dalam KHI:

10/27/20242 min read

Akibat Hukum dalam Perceraian Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam

Dalam hukum perkawinan di Indonesia, perceraian memiliki dampak hukum yang signifikan, terutama bagi pihak suami dan istri serta anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut. Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menjadi rujukan utama dalam pengaturan perceraian bagi pasangan Muslim di Indonesia, mengatur berbagai akibat hukum perceraian yang mencakup hak-hak anak, kewajiban mantan suami, pembagian harta bersama, dan beberapa aspek lainnya. Berikut ini adalah beberapa akibat hukum yang diatur dalam KHI:

1. Hak Asuh dan Pemeliharaan Anak

Berdasarkan KHI, dalam hal perceraian, yang menjadi fokus utama adalah kepentingan terbaik bagi anak. KHI Pasal 105 menetapkan bahwa hak asuh anak yang belum berusia 12 tahun pada umumnya diberikan kepada ibu, kecuali jika terdapat alasan kuat yang menyatakan bahwa ibu tidak layak untuk mengasuh anak tersebut. Setelah usia 12 tahun, anak dapat memilih untuk tinggal bersama salah satu orang tuanya. Dalam hal ini, ayah tetap diwajibkan untuk menanggung nafkah anak, termasuk biaya pendidikan dan perawatan, sesuai kemampuannya.

2. Nafkah Iddah dan Mut'ah

Dalam KHI, mantan suami diwajibkan untuk memberikan nafkah selama masa iddah kepada mantan istri, kecuali jika perceraian tersebut disebabkan oleh kesalahan pihak istri (Pasal 149). Masa iddah adalah waktu tunggu bagi istri untuk menikah lagi setelah perceraian dan berlangsung selama tiga kali masa haid bagi istri yang masih haid atau tiga bulan bagi yang tidak mengalami haid. Selain itu, terdapat nafkah mut'ah, yang merupakan pemberian secara sukarela sebagai tanda penghargaan bagi mantan istri setelah perceraian.

3. Harta Bersama

Pembagian harta bersama atau harta gono-gini dalam perceraian juga diatur oleh KHI. Menurut Pasal 97, baik suami maupun istri berhak atas setengah bagian dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan, kecuali telah ada perjanjian perkawinan yang mengatur lain. Harta yang dimiliki sebelum pernikahan atau yang diperoleh sebagai warisan dan hibah dianggap sebagai harta pribadi dan tidak termasuk dalam harta bersama.

4. Mahar

Mahar merupakan hak istri yang harus diserahkan oleh suami pada saat pernikahan. Menurut KHI, dalam hal perceraian, istri berhak sepenuhnya atas mahar tersebut. Apabila mahar belum diserahkan secara penuh pada saat perceraian, suami wajib melunasinya kepada mantan istri sebagai bagian dari kewajiban setelah perceraian.

5. Kewajiban Nafkah untuk Anak

Walaupun perceraian memutuskan hubungan suami-istri, kewajiban suami untuk menafkahi anak tidak hilang. KHI mewajibkan mantan suami untuk tetap menanggung kebutuhan anak-anaknya yang belum mencapai usia dewasa atau yang belum dapat berdiri sendiri (Pasal 156). Ini termasuk biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lainnya.

6. Dampak Sosial dan Keagamaan

Dalam Islam, perceraian adalah perbuatan yang diperbolehkan namun tidak disukai. Dampak sosial perceraian sering kali dirasakan oleh kedua belah pihak, khususnya dalam hubungan keagamaan dan status sosial. Dalam komunitas yang kuat nilai-nilai religiusnya, perceraian dapat membawa dampak pada kedudukan sosial seseorang, sehingga penting bagi pihak yang bercerai untuk menjaga hubungan baik demi anak-anak dan kesejahteraan mereka.

Kesimpulan

Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dengan tujuan melindungi hak-hak setiap pihak yang terlibat, terutama anak-anak. KHI memberikan pedoman yang cukup jelas mengenai hak asuh anak, pembagian harta bersama, kewajiban nafkah, dan pengaturan masa iddah. Pengaturan ini membantu meminimalisir dampak negatif perceraian dan menciptakan keadilan bagi pihak suami maupun istri.