Hak Waris Cucu dalam Islam: Apakah Bisa Menerima Warisan?

Hukum waris Islam merupakan salah satu aspek penting dalam syariat, yang diatur secara jelas dalam Al-Qur’an, Hadis, dan dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: “Apakah cucu memiliki hak waris langsung dalam Islam?”

9/23/20252 min read

Hak Waris Cucu dalam Islam: Apakah Bisa Menerima Warisan?

Hukum waris Islam merupakan salah satu aspek penting dalam syariat, yang diatur secara jelas dalam Al-Qur’an, Hadis, dan dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: “Apakah cucu memiliki hak waris langsung dalam Islam?”

Dasar Hukum Waris dalam Islam

Dalam hukum Islam, pembagian warisan diatur berdasarkan ilmu faraid, yaitu ilmu yang mengatur siapa saja ahli waris yang berhak dan berapa besar bagiannya. Ahli waris utama yang disebutkan dalam Al-Qur’an antara lain adalah: anak, orang tua, suami/istri, dan saudara.

Namun, status cucu sering menjadi perdebatan karena tidak secara langsung disebutkan sebagai ahli waris tetap dalam Al-Qur’an.

Kedudukan Cucu dalam Warisan Islam

Dalam hukum waris Islam, cucu tidak otomatis menjadi ahli waris. Hak waris cucu sangat bergantung pada ada atau tidaknya orang tua mereka (anak pewaris) yang masih hidup.

  1. Jika anak (orang tua dari cucu) masih hidup:
    Maka cucu tidak mendapatkan warisan, karena terhalang oleh keberadaan anak kandung pewaris. Hal ini dikenal dengan istilah mahjub (terhalang).

  2. Jika anak (orang tua dari cucu) sudah meninggal lebih dulu sebelum pewaris:
    Maka cucu dapat menggantikan kedudukan orang tuanya untuk menerima bagian warisan. Konsep ini dalam hukum di Indonesia dikenal sebagai ahli waris pengganti.

Ahli Waris Pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Menurut Pasal 185 ayat (1) KHI:
"Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173."

Dengan demikian, cucu dapat memperoleh hak waris sebagai pengganti dari orang tuanya yang sudah meninggal dunia lebih dahulu. Aturan ini dimaksudkan agar cucu tetap terlindungi haknya, meskipun orang tuanya tidak sempat menerima bagian warisan.

Contoh Kasus

Misalnya, seorang pewaris meninggal dunia meninggalkan:

  • Seorang anak laki-laki (masih hidup)

  • Seorang anak perempuan (sudah meninggal lebih dulu) yang meninggalkan dua orang anak (cucu pewaris).

Dalam kasus ini, cucu dari anak perempuan tersebut berhak menggantikan posisi ibunya untuk mendapatkan bagian warisan, sesuai ketentuan ahli waris pengganti dalam KHI.

Praktik di Pengadilan Agama

Dalam praktiknya, sengketa waris yang melibatkan cucu sering dibawa ke Pengadilan Agama. Hakim akan melihat apakah cucu tersebut berstatus sebagai ahli waris pengganti ataukah masih terhalang oleh keberadaan ahli waris yang lebih dekat.

Putusan-putusan Pengadilan Agama di Indonesia umumnya konsisten bahwa cucu dapat menerima warisan hanya sebagai pengganti dari orang tua mereka yang sudah meninggal terlebih dahulu.

Kesimpulan

Berdasarkan hukum Islam dan KHI di Indonesia:

  • Cucu tidak otomatis mendapat warisan jika orang tuanya (anak pewaris) masih hidup.

  • Cucu baru bisa menerima warisan jika orang tuanya sudah meninggal lebih dulu, melalui mekanisme ahli waris pengganti.

Oleh karena itu, penting bagi keluarga Muslim memahami aturan ini agar pembagian harta warisan dapat dilakukan secara adil, sesuai syariat, dan menghindari perselisihan.