Harta Bersama dalam Perkawinan: Apakah Selalu Dibagi Dua?

Salah satu topik yang sering menimbulkan pertanyaan dalam perceraian adalah mengenai pembagian harta bersama. Banyak orang beranggapan bahwa harta bersama otomatis selalu dibagi 50:50 antara suami dan istri. Namun, benarkah demikian? Bagaimana jika salah satu pihak tidak memberikan kontribusi ekonomi, atau bahkan melakukan perselingkuhan?

9/10/20252 min read

Harta Bersama dalam Perkawinan: Apakah Selalu Dibagi Dua?

Salah satu topik yang sering menimbulkan pertanyaan dalam perceraian adalah mengenai pembagian harta bersama. Banyak orang beranggapan bahwa harta bersama otomatis selalu dibagi 50:50 antara suami dan istri. Namun, benarkah demikian? Bagaimana jika salah satu pihak tidak memberikan kontribusi ekonomi, atau bahkan melakukan perselingkuhan?

Apa Itu Harta Bersama?

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI), harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, tanpa memandang siapa yang mencari atau atas nama siapa harta tersebut tercatat.

Contoh harta bersama:

  • Gaji dan penghasilan selama perkawinan

  • Properti yang dibeli setelah menikah

  • Tabungan dan investasi

  • Kendaraan, perhiasan, maupun usaha yang dibangun selama perkawinan

Adapun harta bawaan (yang dibawa sebelum menikah atau diperoleh melalui warisan/hibah) bukan termasuk harta bersama.

Apakah Harta Bersama Selalu Dibagi Dua?

Secara prinsip, harta bersama dibagi rata antara suami dan istri saat perceraian. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 97 KHI:

“Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak atas separuh dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”

Artinya, hukum positif di Indonesia mengedepankan pembagian sama rata. Namun, pengadilan memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan kondisi khusus dalam suatu perkawinan.

Bagaimana Jika Suami Tidak Berkontribusi?

Dalam praktik, ada banyak kasus di mana suami tidak bekerja atau kontribusinya sangat minim terhadap perekonomian keluarga. Meski begitu, hukum tetap mengakui bahwa selama perkawinan sah, semua harta yang diperoleh dianggap sebagai hasil kebersamaan.

Namun, hakim memiliki ruang untuk menilai lebih lanjut: apakah pembagian benar-benar adil jika salah satu pihak sama sekali tidak berkontribusi atau bahkan melakukan tindakan merugikan keluarga.

Bagaimana Jika Suami Pengangguran atau Kontribusinya Kecil?

Secara hukum, hal tersebut tidak otomatis menghilangkan hak suami atas harta bersama. Alasannya:

  1. Peran non-materiil diakui – meskipun tidak memberi kontribusi finansial, peran dalam rumah tangga juga dihargai.

  2. Asas kebersamaan – perkawinan dianggap kerja sama, sehingga harta tetap dianggap sebagai milik bersama.

  3. Keadilan dalam praktik – dalam beberapa kasus, hakim memutus pembagian yang tidak persis 50:50 jika ada alasan kuat.

Contoh Kasus dan Yurisprudensi

📌 Putusan Mahkamah Agung Nomor 329 K/AG/2010
Dalam perkara ini, pengadilan memutuskan bahwa harta bersama tidak dibagi rata 50:50, melainkan lebih banyak diberikan kepada istri, karena terbukti istri yang berperan dominan dalam memperoleh harta keluarga, sementara suami tidak bekerja secara layak.

📌 Putusan Mahkamah Agung Nomor 264 K/AG/2010
Mahkamah Agung menegaskan bahwa prinsip pembagian 50:50 bukanlah aturan mutlak. Hakim dapat menilai kontribusi masing-masing pihak. Dalam kasus ini, istri mendapat porsi lebih besar karena terbukti menjadi pihak yang aktif mencari nafkah, sedangkan suami lebih banyak bergantung pada hasil kerja istri.

📌 Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1234/Pdt.G/2015/PA.JS (contoh praktik tingkat pertama)
Hakim memutuskan pembagian harta bersama 60:40 dengan pertimbangan bahwa istri bekerja dan menanggung sebagian besar biaya hidup, sedangkan suami tidak memiliki penghasilan tetap.

Dari berbagai putusan di atas, terlihat bahwa pembagian harta bersama tidak harus mutlak sama rata. Hakim memiliki kebebasan untuk menilai asas keadilan berdasarkan bukti yang diajukan para pihak.

Bagaimana Jika Istri Berselingkuh?

Pertanyaan berikutnya: apakah pasangan yang terbukti selingkuh tetap mendapat bagian harta bersama?

Jawabannya, ya, tetap berhak. Hukum Indonesia tidak menghubungkan kesalahan moral (seperti perselingkuhan) dengan hak atas harta bersama. Perselingkuhan bisa menjadi alasan perceraian, tetapi tidak otomatis menggugurkan hak atas harta bersama.

Namun, pihak yang dirugikan tetap bisa menuntut ganti rugi melalui gugatan perdata terpisah (perbuatan melawan hukum).

Kesimpulan

  • Harta bersama adalah semua harta yang diperoleh selama perkawinan.

  • Secara umum dibagi 50:50, tetapi tidak mutlak.

  • Jika salah satu pihak terbukti dominan berkontribusi, hakim bisa memutus pembagian yang berbeda.

  • Suami pengangguran atau berkontribusi sedikit tetap berhak, tetapi proporsinya bisa berbeda.

  • Perselingkuhan tidak menghapus hak atas harta bersama, meski dapat menjadi dasar gugatan lain.

👉 Dengan demikian, setiap kasus pembagian harta bersama bisa berbeda tergantung fakta, bukti, dan pertimbangan hakim. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan pengacara berpengalaman sebelum membawa perkara ke pengadilan.