Add your promotional text...
PKPU dan Perusahaan Gagal Bayar karena Unsur Pidana: Bukan Sekadar Masalah Bisnis
Dalam praktiknya, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sering dianggap sebagai jalan keluar bagi perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas. Namun, bagaimana bila kegagalan bayar perusahaan bukan murni karena kerugian usaha, melainkan karena adanya unsur pidana seperti penggelapan atau penyalahgunaan keuangan oleh manajemen?
7/30/20252 min read


PKPU dan Perusahaan Gagal Bayar karena Unsur Pidana: Bukan Sekadar Masalah Bisnis
Dalam praktiknya, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sering dianggap sebagai jalan keluar bagi perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas. Namun, bagaimana bila kegagalan bayar perusahaan bukan murni karena kerugian usaha, melainkan karena adanya unsur pidana seperti penggelapan atau penyalahgunaan keuangan oleh manajemen?
PKPU: Upaya Perlindungan Hukum bagi Debitur dan Kreditor
Secara yuridis, PKPU diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Tujuan utamanya adalah memberi ruang bagi debitur dan kreditor untuk menyusun rencana perdamaian (homologasi) agar utang dapat dibayar secara bertahap atau dikompromikan.
Namun, hukum PKPU berasumsi bahwa kegagalan bayar timbul karena kesulitan ekonomi yang wajar — seperti penurunan pasar, gagal proyek, atau force majeure — bukan karena perbuatan melawan hukum yang disengaja.
Ketika Gagal Bayar Dipicu Unsur Pidana
Dalam beberapa kasus, perusahaan mengajukan PKPU setelah gagal membayar kewajibannya kepada kreditor, namun belakangan terungkap bahwa penyebabnya adalah penggelapan dana, manipulasi laporan keuangan, atau penarikan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi. Ini tentu bukan bentuk kesulitan ekonomi yang sah, melainkan indikasi tindak pidana.
Beberapa implikasi hukumnya:
PKPU dapat disalahgunakan sebagai tameng pidana
Debitur bisa mencoba bersembunyi di balik proses PKPU untuk menghindari tanggung jawab pidana. Padahal, jika ada indikasi kuat terjadi penggelapan atau fraud, maka seharusnya proses pidana berjalan paralel dengan atau bahkan mendahului PKPU.Hak kreditor bisa dirugikan dua kali
Kreditor bukan hanya tidak menerima pelunasan utangnya, tapi juga bisa kehilangan hak untuk menuntut pidana jika terlanjur terikat dalam proses perdamaian di PKPU.Pentingnya due diligence dan pelaporan pidana
Kreditor yang curiga terhadap adanya tindak pidana sebaiknya segera melaporkan ke kepolisian atau kejaksaan untuk membuka proses hukum pidana, yang dapat menjadi dasar untuk memblokir aset, mencegah pengalihan harta, atau mendorong kurator/PKPU untuk bertindak lebih objektif.
Putusan PKPU Tak Menghapus Pertanggungjawaban Pidana
Perlu ditegaskan, bahwa menurut prinsip hukum pidana, proses perdata seperti PKPU atau kepailitan tidak menghapus pertanggungjawaban pidana. Jika ada tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau penipuan (Pasal 378 KUHP), maka pelaku tetap dapat diproses secara pidana walaupun PKPU telah berjalan atau bahkan telah tercapai perdamaian.
Kesimpulan: Bijak Memisahkan Antara Gagal Usaha dan Kejahatan Keuangan
PKPU adalah mekanisme hukum yang sah untuk menyelamatkan bisnis, tetapi tidak boleh disalahgunakan sebagai alat perlindungan bagi pelaku penggelapan. Kreditor, aparat penegak hukum, dan pengadilan harus jeli membedakan antara kegagalan ekonomi murni dengan tindakan kriminal yang terselubung.
Jika ada indikasi kuat penipuan atau penggelapan dalam kasus gagal bayar, langkah hukum pidana harus diambil segera, dan proses PKPU harus diawasi secara ketat agar tidak dijadikan sarana impunitas.