Abolisi dan Amnesti Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto: Antara Kewenangan dan Parameter Hukum

Dalam dinamika politik dan penegakan hukum Indonesia, istilah abolisi dan amnesti sering kembali mencuat, khususnya dalam perkara yang melibatkan tokoh politik. Baru-baru ini, perbincangan publik mencuat seputar kemungkinan pemberian abolisi atau amnesti terhadap dua figur publik, yaitu Thomas Lembong (Tom Lembong) dan Hasto Kristiyanto, yang tersangkut dalam proses hukum. Hal ini mengundang pertanyaan mendasar: Apakah presiden dapat memberikan abolisi atau amnesti kepada mereka, dan apa parameter hukumnya?

8/4/20252 min read

Tinjauan Hukum Abolisi dan Amnesti oleh Presiden dalam Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto: Antara Kewenangan dan Parameter Hukum

Dalam dinamika politik dan penegakan hukum Indonesia, istilah abolisi dan amnesti sering kembali mencuat, khususnya dalam perkara yang melibatkan tokoh politik. Baru-baru ini, perbincangan publik mencuat seputar kemungkinan pemberian abolisi atau amnesti terhadap dua figur publik, yaitu Thomas Lembong (Tom Lembong) dan Hasto Kristiyanto, yang tersangkut dalam proses hukum. Hal ini mengundang pertanyaan mendasar: Apakah presiden dapat memberikan abolisi atau amnesti kepada mereka, dan apa parameter hukumnya?

1. Pengertian Abolisi dan Amnesti

Secara konstitusional, Pasal 14 UUD 1945 mengatur bahwa:

  • Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

  • Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam konteks ini:

  • Amnesti adalah pengampunan terhadap suatu tindak pidana yang bersifat politis yang belum atau sudah diputus pengadilan, sehingga menghapuskan hak negara untuk menuntut pidana.

  • Abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang yang sedang dalam penyidikan atau penuntutan, juga umumnya dalam perkara yang bermuatan politik.

2. Kapan Abolisi dan Amnesti Dapat Diberikan?

Pemberian amnesti dan abolisi memiliki landasan dan parameter hukum tertentu. Presiden tidak dapat serta-merta memberikannya tanpa landasan yuridis dan politis yang sah. Beberapa parameter yang harus dipenuhi adalah:

a. Harus Ada Pertimbangan DPR

Pemberian amnesti atau abolisi tidak dapat dilakukan sepihak oleh Presiden. Harus ada pertimbangan dan persetujuan DPR, sebagai bentuk checks and balances.

b. Harus Menyangkut Kepentingan Negara Lebih Luas

Dalam praktiknya, amnesti dan abolisi diberikan dalam konteks:

  • Rekonsiliasi nasional atau kepentingan stabilitas politik nasional.

  • Pengakhiran konflik horizontal atau vertikal.

  • Pengampunan terhadap tindak pidana politik, bukan pidana umum.

c. Tidak Untuk Intervensi Proses Peradilan Umum

Pemberian abolisi/amesti kepada terdakwa yang sedang menjalani proses hukum umum (seperti korupsi atau obstruction of justice) tanpa dasar politis yang kuat berpotensi menyalahi prinsip negara hukum dan independensi peradilan.

3. Analisis Kasus: Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto

a. Tom Lembong

Mantan Menteri dan mantan Ketua Satgas Investasi ini diduga tersangkut dalam perkara korupsi BTS Kominfo. Sampai saat ini belum ada putusan pengadilan terhadapnya, dan belum ada indikasi kuat bahwa kasusnya bermuatan politis. Oleh karena itu:

  • Pemberian amnesti atau abolisi belum relevan secara yuridis.

  • Tidak ada dasar bahwa ini adalah konflik politis yang layak direkonsiliasi dengan instrumen amnesti/abolisi.

b. Hasto Kristiyanto

Sekjen PDIP ini terlibat dalam polemik hukum seputar obstruction of justice dalam kasus Harun Masiku. Jika ini hanya soal hukum pidana biasa dan tidak menyangkut perlakuan diskriminatif negara terhadapnya sebagai aktor politik, maka:

  • Tidak cukup alasan untuk pemberian abolisi atau amnesti.

  • Pemberian abolisi bisa dianggap sebagai preseden buruk dan abuse of power.

4. Risiko Pemberian Abolisi/Amnesti Tanpa Parameter Tepat

Jika presiden memberikan abolisi/amesti tanpa mempertimbangkan parameter hukum dan politik yang tepat:

  • Menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

  • Berpotensi dianggap sebagai bentuk obstruction of justice oleh negara sendiri.

  • Menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law).

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

Pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden harus dilandasi pada prinsip rule of law, bukan sekadar rule by discretion. Dalam konteks kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto:

  • Belum ada alasan hukum atau politis yang kuat untuk pemberian abolisi atau amnesti.

  • Presiden harus berhati-hati agar tidak menginstrumentalisasi kewenangannya untuk kepentingan pragmatis atau tekanan politik.

Amnesti dan abolisi adalah alat rekonsiliasi, bukan penyelamatan politisi.